Di
dalam bumi yang terus berputar pada porosnya. Di tengah udara pagi yang sejuk.
Di bawah sinar matahari yang bertugas menerangi bumi. Sesosok perempuan duduk
termangu menatap handphonenya. Tersenyum malu-malu, menikmati panas yang
menjalar dan detak jantung yang terlalu cepat.
Satu
buah pesan mengetuk handphonenya. Membuka pesan baru dan kembali tersenyum,
kini lebih lebar dari sebelumnya. Alih-alih membalas pesan Dini menjatuhkan
handphone ke atas kasur yang langsung memantul dengan ketinggian yang tidak
seberapa.
Memilah-milah
baju yang dapat membuatnya nyaman. Mengambil lalu kembali menaruhnya. Hingga
menjatuhkan pilihan yang tepat. Memakai pakaian yang telah ia pilih. Lalu
segera membiarkan cermin memperlihatkan sesosok perempuan dengan rambut digerai
bebas menggunakan kaus biru langit dengan sablonan gambar abstrak di bagian
tengah. Ditambah celana jeans hitam sebagai pasangan.
Tersenyum
manis lalu menjentikkan jari. Puas dengan pakaian yang terlihat kasual dan
membuatnya nyaman.
Pesan
masuk.
Aku udah di depan rumah kamu.
Panas
itu kembali menjalar hingga menyentuh ujung kaki. Sensasi yang sangat jarang ia
rasakan kini kembali ia rasakan. Kembali melihat dirinya di depan cermin dan
tersenyum.
Dini
menuruni tangga dengan detak jantung tidak seperti biasanya yang terus
menemani. Membuka pintu tanpa deritan. Kembali menutupnya. Mengambil sepatu
crocs dan segera berjalan keluar.
Danang
duduk di atas motor matic nya tepat di depan rumah Dini. Mereka yang langsung
saling bertatapan. Menyapa dengan senyum. Danang segera menyalakan mesin
motornya. Dengan diiringi kata “hai” Dini duduk di bagian belakang.
Mereka
sampai di depan toko sport yang terlihat baru saja dibuka. Setelah parkir dan
Dini yang tetap menunggu tanpa berniat masuk lebih dahulu. Danang jalan
berdampingan dengan Dini. Danang yang memiliki tinggi sekitar sepuluh
sentimeter lebih tinggi dari Dini membuat cewek itu merasa lebih teduh.
Setelah
Danang mengatakan kalau kedatangan kami untuk membeli bola basket. Penjaga toko
segera mempersilahkan kami untuk mendekati lemari kaca tempat bola basket itu
dipajang.
Kesepakatan
kami untuk patungan membeli bola basket. Tanpa sadar, melahirkan benda baru
yang dapat menyimpan kenangan.
Seringkali
lengan kami bersinggungan. Tidak ada rasa gemetar atau apapun. Hanya terasa
sedikit detak jantung yang lebih cepat. Dan Dini merasakan sesuatu yang disebut
nyaman. Tubuhnya yang tidak mengizinkan untuk lekas menjauh ketika lengan kami
bersinggungan.
‘’Din,
gimana main gitarnya udah bisa?’’ tanyanya ketika kami di atas motor untuk
pulang.
‘’Belum’’
jawab Dini setelah berulang kali meminta Danang mengulang perkataannya. Suara
deru motor dan suara yang tidak langsung berhadapan membuat suara Danang tidak
terdengar dengan jelas.
Ini
awal dari kisah kami yang ingin aku lanjutkan di lain waktu ketika kalian mulai
penasaran.
Mengukir
cinta baru di lembaran baru. Mengukir kenangan dan masa indah yang tidak pernah
tau akan berujung seperti apa.
Tunggu
kelanjutannya.
_bersambung_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar