Hey…
kawla muda… di postingan gue ini gue mau nge share
cerpen-cerpen KARYA GUE. Ah, I love writing!
WRITING IS COOL, READING IS HOT.
Itu gue kopi dari pepatahnya GAGAS :D dan gue setuju banget! Ini dia salah satu KARYA GUE. Cekidot…
Monkey
Love
Gue
Ryan, cowok pastinya. Bagi gue, cewek, ah, freak, jatuh cinta itu freak. So
bad. Not worth. Itu intinya. Gak perlu panjang-panjang gue menyambung kata-kata
menjadi sebuah kalimat yang intinya tetap sama. To the point itu efisien.
Suatu
malam gue mencoba untuk tidur, tetapi hanya bayangan cewek itu yang timbul di
otak gue yang bebel ini. Lima tahun yang lalu ketika gue masih duduk di kelas
empat SD.
‘’Tai,
apaan sih lo, gak jelas banget, anjrit, gak usah rese deh lo’’ ucap gue serius
dengan nada keras, tegas, dengan kening berkerut. Wajah gak ada manis-manisnya.
Gue meninju tangan bagian kirinya.
‘’Apaan
sih Yan, sakit! Kasar banget sih lo’’ dia membalas tinjuan gue yang tak kalah
menyakitkan. Setidaknya membuat lengan gue sedikit berkedut.
‘’Elu
bego, tai, nonjok lagi’’
‘’Apaan
sih Yan! Elo duluan, rese! Lo kira gak sakit apa!’’ dia mendekati tubuh gue
dengan raut wajah sangat marah, dengan kening berkerut dan emosi yang terlihat
jelas. Gue mencoba untuk menghindar. Dan tanpa sengaja, serius, gue cuma
bermaksud menjauhi tubuhnya dari gue, tapi ternyata itu menggunakan tenaga.
Sehingga, itu lebih tepat dikatakan menendang. Semakin jelas kemarahan di
wajahnya.
‘’Banci
banget sih lo beraninya sama cewek!’’ ototnya menegang. Mencoba menendang
balik, namun terhalang oleh rok yang ia pakai.
‘’Tai’’
gue menonjoknya dengan raut emosi.
‘’Banci,
lo banci!’’ dia pergi setelah memberi satu tonjokkan lagi ke gue. Dan gue tidak
sempat membalasnya.
Di
kelas, dia menatap gue penuh benci, lalu memberi tatapan super jutek.
Gue
tersenyum di keheningan malam yang hanya terisi oleh suara televisi yang belum
mati setelah gue timer. Mengingat kejadian lima tahun lalu membuat gue sadar.
Betapa gue yang dulu tidak dapat menahan emosi dan tempra mental lalu melakukan
hal bodoh seperti itu.
Dan
saat itu gue merasakan suatu hal yang gue bilang freak itu. Gue berusaha
setengah mati untuk menutupinya, tidak menghiraukan, mengacuhkan. Dan tidak mau
menyebut itu dengan satu kata lima huruf itu.
Kemarahan
dan kebencian diantara kami meredam. Bahkan kami dapat bercanda, saling menatap,
ketika gue memperhatikannya dan tertangkap basah. Gue nggak langsung
memalingkan wajah. Baru ketika dia mengatakan “apaan sih lo ngeliatin gue”
sambil tersenyum, gue langsung memalingkan wajah.
-
Tiga
tahun yang lalu gue mendapatkan tugas untuk menjadi petugas upacara bersama
cewek itu, Vina namanya. Dia menjadi protocol sedangkan gue menjadi pemimpin
barisan paling kanan.
Di
tengah berjalannya upacara, berhubung gue paling pojok, tidak kentara jika gue
mengobrol dengan pelan. Seseorang yang gue gak tau namanya menanyakan sesuatu
yang membuat gue diam-diam setuju dengan suatu pernyataan yang juga ia selipkan
sebelum sebuah pertanyaan itu.
‘’Yang
jadi MC cantik juga, namanya siapa?’’ sesuatu yang bikin napas gue tersendat,
sedikit sesak.
‘’Vina’’
setelah gue menjawab itu gue baru menyadari sosok Vina sedang menatap gue
dengan wajah berkerut. Jantung gue berdetak lebih cepat. Pertamakali yang gue pikir
adalah dia mendengar percakapan gue walaupun jarak kita terpaut jauh. Vina
mengucap sesuatu.
‘’…memberi
hormat kepada pemimpin upacara dipimpin oleh pemimpin pasukan yang paling
kanan’’ ucapnya dengan kening mengerut dan memandang kearah gue. Sejenak gue
celingak-celinguk.
‘’Kepada,
pemimpin upacara hormaaaa…tt… gerak!’’ ucap gue lantang. Dan gue baru tahu Vina
telah mengucap bagian itu dua kali ketika dia protes kenapa gue malah
diem-enggak melakukan apa-apa ketika Vina mengucapkan itu. Dan gue pun dengan
jujur mengatakan kejadian tentang seseorang yang menanyakan namanya, gak itu
gak terlalu penting. Tapi yang satunya lagi. Yang menjadi pokok, dan berusaha
gue tekankan. Gue juga enggak akan menceritakan itu jika gue nggak setuju atas
pernyataan itu.
Tetapi
ternyata Vina menanggapinya dengan lalu. Entah karena ia yang sudah terlalu
sering mendapatkan pujian atas kecantikan wajahnya atau ia memang sedang
memikirkan dan memperioritaskan suatu hal. Saat Ryan menceritakan itu, Friska,
teman Vina juga mengajak Vina membicarakan suatu hal tentang seorang cowok yang
pastinya bukan Ryan-seseorang yang berbeda sekolah dengan Vina-seseorang yang
mungkin Vina suka.
Itu
memperjelas kalau ada seseorang yang Vina suka ketika Vina dan Friska layaknya
orang memperebutkan sesuatu-walau dengan tertawa dan tersenyum, layaknya
bercanda-tetapi terdengar suara yang bersungguh sungguh.
‘’Udah
Fris, Jogi ya Jogi aja nggak usah banyak-banyak’’ ucap Vina, tangan mereka
berpautan, dan Vina tengah mendorong Friska yang Friska ikuti dengan mundur
teratur.
‘’Iyadah
iya, Dino buat lu aja’’ jawab Friska dengan mengibaskan tangannya. Dan
tersenyum. Vina melepaskan tautan tangan mereka yang satunya lalu tersenyum
malu-malu.
‘’Dih,
apaan sih lu kok dia’’ dan dengan tersenyum Vina menyelip diantara barisan,
sebelum masuk ke dalam kelas.
Seseorang
disana-yang pastinya bukan Ryan-walau Ryan sempat menduga duga Vina menyukai
dirinya, terlihat dari beberapa tingkahnya-tetapi dugaan itu runtuh ketika Ryan
mendengar dan melihat langsung apa yang dibicarakan Friska dan Vina. Down seketika
menyerang.
Sekitar-entahlah
berapa tahun gue menyukai cewek itu, dan tidak ada keberanian untuk gue
beberkan perasaan itu ke seorangpun, kecuali kedua teman dekat gue, yang
semakin lama ternyata rese dan selalu bilang ‘’Vin, dicariin Ryan’’ setiap
mereka bertemu Vina.
Udah
gue bilang. Cinta itu freak. So bad. Not worth. Perasaan gue gak bisa lagi
menampung sesuatu yang gak pernah bisa gue ungkapkan. Gue memutuskan untuk
‘nembak’ Dian, teman dekat Vina. Mungkin gue jahat, tapi realitasnya gue emang
jadiin Dian pelarian.
Mungkin
emang benar. If you never try, you never know. Dan sampai saat ini gue hanya
menduga-duga tentang apa sebenarnya perasaan Vina ke gue. Sesuatu yang membuat
gue terkejut. Ketika seseorang mengirim gue pesan yang mengaku sebagai Vina.
Ya, memang Vina. Dia masih mengingat gue, mengajak gue untuk datang ke acara
reunian SD. Bahkan merengek agar gue membalas pesannya.
Niat
gue sudah bulat. Tidak ada waktu untuk terus terpaut oleh satu jiwa yang sudah
tak dapat lagi tergapai. Moving on. Atau cukup sampai sini aja gue merasakan
sebuah kata yang terdiri dari lima huruf itu.
C.I.N.T.A.
(gue
bukan pengemis yang suka minta-minta uang kawla muda, tapi gue cuma minta
komentar kalian, udah itu aja *dramatis. Jadi plisss kasih komentar ya kawla
muda…)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar