Kamis, 05 September 2013

Cerpen Remaja

Hey… kawla muda… di postingan gue ini gue mau nge share cerpen-cerpen KARYA GUE. Ah, I love writing! 
WRITING IS COOL, READING IS HOT. 
Itu gue kopi dari pepatahnya GAGAS :D dan gue setuju banget! Ini dia salah satu KARYA GUE. Cekidot…

Monkey Love

Gue Ryan, cowok pastinya. Bagi gue, cewek, ah, freak, jatuh cinta itu freak. So bad. Not worth. Itu intinya. Gak perlu panjang-panjang gue menyambung kata-kata menjadi sebuah kalimat yang intinya tetap sama. To the point itu efisien.
Suatu malam gue mencoba untuk tidur, tetapi hanya bayangan cewek itu yang timbul di otak gue yang bebel ini. Lima tahun yang lalu ketika gue masih duduk di kelas empat SD.
‘’Tai, apaan sih lo, gak jelas banget, anjrit, gak usah rese deh lo’’ ucap gue serius dengan nada keras, tegas, dengan kening berkerut. Wajah gak ada manis-manisnya. Gue meninju tangan bagian kirinya.
‘’Apaan sih Yan, sakit! Kasar banget sih lo’’ dia membalas tinjuan gue yang tak kalah menyakitkan. Setidaknya membuat lengan gue sedikit berkedut.
‘’Elu bego, tai, nonjok lagi’’
‘’Apaan sih Yan! Elo duluan, rese! Lo kira gak sakit apa!’’ dia mendekati tubuh gue dengan raut wajah sangat marah, dengan kening berkerut dan emosi yang terlihat jelas. Gue mencoba untuk menghindar. Dan tanpa sengaja, serius, gue cuma bermaksud menjauhi tubuhnya dari gue, tapi ternyata itu menggunakan tenaga. Sehingga, itu lebih tepat dikatakan menendang. Semakin jelas kemarahan di wajahnya.
‘’Banci banget sih lo beraninya sama cewek!’’ ototnya menegang. Mencoba menendang balik, namun terhalang oleh rok yang ia pakai.
‘’Tai’’ gue menonjoknya dengan raut emosi.
‘’Banci, lo banci!’’ dia pergi setelah memberi satu tonjokkan lagi ke gue. Dan gue tidak sempat membalasnya.
Di kelas, dia menatap gue penuh benci, lalu memberi tatapan super jutek.
Gue tersenyum di keheningan malam yang hanya terisi oleh suara televisi yang belum mati setelah gue timer. Mengingat kejadian lima tahun lalu membuat gue sadar. Betapa gue yang dulu tidak dapat menahan emosi dan tempra mental lalu melakukan hal bodoh seperti itu.
Dan saat itu gue merasakan suatu hal yang gue bilang freak itu. Gue berusaha setengah mati untuk menutupinya, tidak menghiraukan, mengacuhkan. Dan tidak mau menyebut itu dengan satu kata lima huruf itu.
Kemarahan dan kebencian diantara kami meredam. Bahkan kami dapat bercanda, saling menatap, ketika gue memperhatikannya dan tertangkap basah. Gue nggak langsung memalingkan wajah. Baru ketika dia mengatakan “apaan sih lo ngeliatin gue” sambil tersenyum, gue langsung memalingkan wajah.

-

Tiga tahun yang lalu gue mendapatkan tugas untuk menjadi petugas upacara bersama cewek itu, Vina namanya. Dia menjadi protocol sedangkan gue menjadi pemimpin barisan paling kanan.
Di tengah berjalannya upacara, berhubung gue paling pojok, tidak kentara jika gue mengobrol dengan pelan. Seseorang yang gue gak tau namanya menanyakan sesuatu yang membuat gue diam-diam setuju dengan suatu pernyataan yang juga ia selipkan sebelum sebuah pertanyaan itu.
‘’Yang jadi MC cantik juga, namanya siapa?’’ sesuatu yang bikin napas gue tersendat, sedikit sesak.
‘’Vina’’ setelah gue menjawab itu gue baru menyadari sosok Vina sedang menatap gue dengan wajah berkerut. Jantung gue berdetak lebih cepat. Pertamakali yang gue pikir adalah dia mendengar percakapan gue walaupun jarak kita terpaut jauh. Vina mengucap sesuatu.
‘’…memberi hormat kepada pemimpin upacara dipimpin oleh pemimpin pasukan yang paling kanan’’ ucapnya dengan kening mengerut dan memandang kearah gue. Sejenak gue celingak-celinguk.
‘’Kepada, pemimpin upacara hormaaaa…tt… gerak!’’ ucap gue lantang. Dan gue baru tahu Vina telah mengucap bagian itu dua kali ketika dia protes kenapa gue malah diem-enggak melakukan apa-apa ketika Vina mengucapkan itu. Dan gue pun dengan jujur mengatakan kejadian tentang seseorang yang menanyakan namanya, gak itu gak terlalu penting. Tapi yang satunya lagi. Yang menjadi pokok, dan berusaha gue tekankan. Gue juga enggak akan menceritakan itu jika gue nggak setuju atas pernyataan itu.
Tetapi ternyata Vina menanggapinya dengan lalu. Entah karena ia yang sudah terlalu sering mendapatkan pujian atas kecantikan wajahnya atau ia memang sedang memikirkan dan memperioritaskan suatu hal. Saat Ryan menceritakan itu, Friska, teman Vina juga mengajak Vina membicarakan suatu hal tentang seorang cowok yang pastinya bukan Ryan-seseorang yang berbeda sekolah dengan Vina-seseorang yang mungkin Vina suka.
Itu memperjelas kalau ada seseorang yang Vina suka ketika Vina dan Friska layaknya orang memperebutkan sesuatu-walau dengan tertawa dan tersenyum, layaknya bercanda-tetapi terdengar suara yang bersungguh sungguh.
‘’Udah Fris, Jogi ya Jogi aja nggak usah banyak-banyak’’ ucap Vina, tangan mereka berpautan, dan Vina tengah mendorong Friska yang Friska ikuti dengan mundur teratur.
‘’Iyadah iya, Dino buat lu aja’’ jawab Friska dengan mengibaskan tangannya. Dan tersenyum. Vina melepaskan tautan tangan mereka yang satunya lalu tersenyum malu-malu.
‘’Dih, apaan sih lu kok dia’’ dan dengan tersenyum Vina menyelip diantara barisan, sebelum masuk ke dalam kelas.
Seseorang disana-yang pastinya bukan Ryan-walau Ryan sempat menduga duga Vina menyukai dirinya, terlihat dari beberapa tingkahnya-tetapi dugaan itu runtuh ketika Ryan mendengar dan melihat langsung apa yang dibicarakan Friska dan Vina. Down seketika menyerang.
Sekitar-entahlah berapa tahun gue menyukai cewek itu, dan tidak ada keberanian untuk gue beberkan perasaan itu ke seorangpun, kecuali kedua teman dekat gue, yang semakin lama ternyata rese dan selalu bilang ‘’Vin, dicariin Ryan’’ setiap mereka bertemu Vina.
Udah gue bilang. Cinta itu freak. So bad. Not worth. Perasaan gue gak bisa lagi menampung sesuatu yang gak pernah bisa gue ungkapkan. Gue memutuskan untuk ‘nembak’ Dian, teman dekat Vina. Mungkin gue jahat, tapi realitasnya gue emang jadiin Dian pelarian.
Mungkin emang benar. If you never try, you never know. Dan sampai saat ini gue hanya menduga-duga tentang apa sebenarnya perasaan Vina ke gue. Sesuatu yang membuat gue terkejut. Ketika seseorang mengirim gue pesan yang mengaku sebagai Vina. Ya, memang Vina. Dia masih mengingat gue, mengajak gue untuk datang ke acara reunian SD. Bahkan merengek agar gue membalas pesannya.
Niat gue sudah bulat. Tidak ada waktu untuk terus terpaut oleh satu jiwa yang sudah tak dapat lagi tergapai. Moving on. Atau cukup sampai sini aja gue merasakan sebuah kata yang terdiri dari lima huruf itu.
C.I.N.T.A.


(gue bukan pengemis yang suka minta-minta uang kawla muda, tapi gue cuma minta komentar kalian, udah itu aja *dramatis. Jadi plisss kasih komentar ya kawla muda…)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar