Hy…. Gue disini, yapyap
disitu, di depan mata lo, oke maaf gue menghilang udah agak lama. Lo tau lah,
anak sekolahan, sibuk belajar sama bantu emak.
Curhat sedikit, baru
aja gue kalah lomba akar smada, fine oke, walaupun menyakitkan, tapi gue terima,
gue harus nyoba lagi bro!
Tapi gue manusia biasa,
perlu meluapkan sesuatu, dan, ya, gue luapin disini, ini dia cerpen yang gue
bikin khusus, spesial buat lomba itu. Plis kasih komentarnya yaa.. biar bisa
jadi yang lebih baik lagi, amin…
Kalau ada lomba-lomba
cerpen atau novel sekalipun, hubungin gue plis! Gue mau nemuin dimana dan kapan
GOAL gue untuk pertama kalinya menang lomba nulis. Ya Allah… semoga secepatnya,
AMIN….
|
‘’satu
titik.’’
Di bawah sendu sinar
matahari yang tertutup awan. Ketiga gadis itu terus berbincang-bincang dan
membicarakan topik yang sangat mengasyikkan bagi kaum gadis. Membuat seorang remaja
laki-laki yang belum menyelesaikan tugas dari guru bimbingan belajar mereka,
merasa terganggu karena cekikikan ketiga cewek itu.
‘’Berisik banget sih!’’
protes Deniz.
‘’Yeu… protes aja…!’’
celetuk Ara tanpa menatap mata Deniz.
‘’Tau! apaan sih Deniz,
ngerjain aja gih sana, gitu aja lama banget…’’ tanggap Zee.
Hanya satu gadis lagi
yang tidak membalas dengan jawaban yang tidak enak. Hanya menunduk dan
memainkan kukunya. Mengangkat wajah untuk sejenak menatap remaja laki-laki yang
sedang adu mulut dengan kedua sahabatnya. Mengangkat salah satu ujung bibir
lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.
Gadis itu. Maria.
---
Zee duduk di tepi ranjang
menghadap meja riasnya. Tidak seperti gadis lainnya yang memenuhi meja rias
dengan berbagai perlengkapan rias. Gadis itu membiarkan meja riasnya dipenuhi
perahu kertas dari origami berwarna-warni. Perahu kertas yang ia ambil secara
diam-diam setelah Deniz membuatnya.
Zee tersenyum mengingat
kejadian sepuluh tahun yang lalu. Ketika usianya baru menginjak empat tahun.
Sejak kejadian ia melihat Deniz yang memainkan perahu kertasnya di atas
hamparan pasir pantai, bukan di lautnya. Sejak itu pula mereka sering bermain
hingga ibu mereka memasuki mereka ke satu sekolah yang sama.
Deniz yang tidak pernah
berhenti mengajak Zee bermain bersama. Deniz yang selalu menanggapi kalimat
demi kalimat dari Zee sekalipun tidak penting.
Biarpun Zee merasa
bahagia dengan itu semua. Zee sadar, ia telah menjatuhkan perasaannya ke dalam
perahu kertas. Mengapung-apung tanpa tujuan dan tidak pernah menapaki langsung
permukaan laut yang tidak lain adalah hati Deniz.
Sudah terlalu lama
baginya menyimpan perasaan ini. Menduga-duga apakah perasaan itu terbalaskan.
Dugaan yang tidak pernah tahu faktanya.
Gadis itu kini
menjatuhkan diri ke dalam pelukan ranjang yang langsung menangkapnya ketika
jatuh. Mengenyahkan fikiran tentang bayang-bayang seorang remaja laki-laki yang
membiarkan perahu kertasnya berlayar terlalu jauh hingga tersangkut di satu
dermaga. Dermaga sang gadis.
---
Hari minggu datang. Matahari
tidak malu-malu untuk memamerkan sinarnya yang terang benderang. Flu yang
menyerang tidak membuat Deniz patah semangat. Ia tetap datang ke salah satu
sisi hamparan pasir pantai tempat biasanya ia bermain bola dengan
teman-temannya.
Ia telah sampai.
Sebelumnya ia telah melihat lawan yang akan bertanding dengannya. Terlalu kecil
untuk seukuran dirinya, angkuh Deniz. Deniz bersiap-siap memasuki arena dengan
segerombolan teman-temannya. Lawan datang dari sudut yang berbeda.
‘’Deniz
semangaaattttt….” Teriak Zee membawa kertas karton berwarna pink yang tertulis
kalimat yang baru saja ia ucapkan. Disampingnya Ara berdiri memberikan senyum
termanisnya. Deniz tersenyum lebar dan mengacungkan kedua ibu jari tangannya.
Maria berdiri di kubu
yang berbeda. Ia kini mendukung adiknya yang menjadi lawan Deniz. Maria berdiri
di antara segerombolan pendukung tim adiknya. Ia memegang sebotol air minum
kemasan plastik. Berjaga sewaktu-waktu adiknya membutuhkan minum.
Baru seperempat
pertandingan. Deniz mulai kelelahan. Walaupun lawannya kecil tetapi terlalu
gesit sehingga membuatnya kewalahan dan tenggorokkannya kering. Deniz mendekati
Maria karena saat itu posisi mereka memang berdekatan.
‘’Mar, minta minum
dong’’
‘’Kenapa gak ambil
sendiri punya tim lo?’’
‘’Kejauhan, minta dikit
doang’’ Deniz merebut botol minum itu. Membuka penutupnya lalu menenggaknya
hingga habis. Temannya yang kewalahan telah memanggil namanya, refleks ia
berbalik lalu membuang botol minum itu sembarang.
Gadis itu hanya mampu menatapnya
sebal.
---
Hari yang tidak cerah
membuat hati yang telah dipenuhi gelora semangat harus padam terkena air hujan
yang terus turun tanpa henti dan jeda. Dengan terpaksa, remaja laki-laki itu
hanya terkurung di dalam rumah. Menyaksikan butiran air yang jatuh mengenai muka
jendela. Pecah menjadi titik-titik air yang lebih kecil lalu menghasilkan garis
panjang seperti tangisan mata.
Janji untuk bermain
bola dengan teman-temannya kini harus dibatalkan. Membuat Deniz kini hanya
terdampar di atas tempat tidur tanpa ada aktifitas selain bernapas. Setengah
jam ia mampu menyulap matanya menjadi tertutup dan membuat nyawanya
melayang-layang di alam mimpi.
Handphonenya berdering
keras. Mengganggu tidur nyenyaknya. Ia berusaha menggapai-gapai hingga
menemukan handphonenya yang terus mengeluarkan suara yang sangat berisik. Ia
mengerang lalu menekan tombol hijau, mengangkat telepon.
Deniz mendapati hanya
suara serak yang dapat keluar dari tenggorokkannya. Ia berdeham. “Iya halo?’’
‘’Deniz, gak main
bola?’’ Tanya seorang gadis di seberang. Deniz telah mengenal suara itu tanpa
harus mengecek siapa nama orang yang meneleponnya.
‘’Engga nih, hujan
deras” jawabnya dengan menaruh handphone tepat di atas telinga sementara ia
menutup mata dan memiringkan tubuhnya.
‘’Mm… ga ada acara?’’
Tanya gadis itu berusaha menggali sekaligus memberi sebuah rambu-rambu.
‘’Ga ada’’ jawabnya
singkat lalu hening.
‘’Oh…’’ gadis itu
tampak kecewa dengan jawaban singkat itu. ‘’…mm… yaudah smsan ya?’’ gadis itu
masih berusaha.
‘’Mm…?’’ Deniz berusaha
memfokuskan apa yang baru saja ia dengar, karena angin terus berusaha
menidurkannya ‘’Oh iya, sms aja’’
‘’Okey, bye…’’
Tanpa disadari Deniz,
perahu kertasnya kini telah terdampar ke satu dermaga lagi dan Deniz belum
berusaha untuk menemukan perahu kertasnya.
Gadis itu senang bukan
main mendengar suara remaja laki-laki yang ia sukai tepat di telinganya.
Walaupun tidak secara langsung tetapi itu mampu menciptakan gejolak tak
beratur.
---
Di bawah sengatan
matahari. Rumah melindungi kedua gadis sebaya dari sengatan panas. Mereka duduk
di atas ranjang yang diselimuti seprai berwarna merah jambu.
‘’Aku sudah terlalu
lama suka sama Deniz, dia tidak pernah sedikitpun membuat aku kesal ataupun
marah. Tapi justru sikap dia yang seperti ini, bahkan membuat aku sangat marah
tetapi tidak tahu mau menuju kemana marah aku itu” ucap Zee panjang mengakhiri
untaian kalimat menyakitkan. Bahagia, tetapi hanya kebahagian semu yang
melahirkan rasa perih.
“Ya sudah mau diapakan
lagi, perasaan terus menjadi sebuah perasaan, dianya juga tidak pernah memberi
penjelasan tentang perasaanya, semuanya berjalan sendiri-sendiri” Ratu Segara
yang biasa dipanggil Ara memberi sebuah tanggapan yang tidak mengandung unsur support untuk sahabatnya.
Zee mengerutkan
keningnya. Heran, namun memang benar apa yang baru saja dikatakan sahabatnya
itu.
‘’Menurutmu apa yang
harus aku lakukan?’’
‘’…move on’’ jawab Ara
tanpa menatap mata Zee. Memandang ke arah lain, satu pusat perhatian yang tidak
terfokuskan.
Zee menundukkan kepala.
Mungkin ini memang saatnya. Tidak tahu apa saja penghambat yang akan datang
nanti ketika hatinya berusaha menghapus perasaan yang telah terpendam terlalu
lama ini.
---
Mar,
kemarin makasih ya minumnya. Dan maaf adik lo gue kalahin :D
Itu pesan yang Deniz kirim
untuk Maria. Berawal dari pesan singkat itu mereka menjadi lebih dekat dan
saling kenal. Maria, gadis yang tidak pernah mengirim pesan singkat lebih dulu
sebelum Deniz mengirim pesan kepadanya membuat Deniz ingin terus membuka topik
percakapan dengan gadis itu.
Lagi, perahu kertas
Deniz tertiup angin dan mulai meninggalkan kembali dermaga yang belum lama
dikunjungi. Berlayar mengarungi gelombang laut yang tenang. Dan mulai mendarat
di dermaga yang berbeda ketika gadis itu mulai merasakan jatuh, berharap, dan
menginginkan.
---
Aku
juga suka sama kamu.
Pesan singkat itu masuk
tanpa ia izinkan. Maria terus menatap layar handphone nya. Apa maksudnya?
Maria membuka pesan
terkirim. Aku suka sama kamu.
Terkirim untuk Deniz. Ini gila, kapan ia mengirim pesan seperti itu. Adiknya!
Ini pasti ulah adiknya. Jantung berdebar membuat perutnya terasa mulas. Apa
yang harus gadis itu lakukan?
Tidak dapat gadis itu
pungkiri. Pesan itu membuat ion-ion dalam hatinya melompat-lompat menandakan
bahwa kini ia sangat merasa senang. Baru saja ia akan menekan tombol reply
walau ia tidak tahu harus membalas apa. Handphonenya berdering menandakan
telepon masuk.
‘’Halo…’’ ucap
laki-laki itu di seberang. Deniz. Hening. Maria bingung untuk membuka
percakapan. ‘’Halo’’ ucap laki-laki itu lagi.
‘’Ya’’
‘’Kok belum dibales
smsnya?’’ Tanya Deniz.
‘’Mm... ya, itu baru
mau dibalas’’
‘’Emang mau balas
apa?’’
Gadis itu mendengus
‘’engga tahu’’
Remaja laki-laki itu
ikut mendengus. ‘’Hm… yaudah smsan aja ya, bye…’’ Deniz menutup telepon itu
sebelum Maria mengatakan sesuatu.
Di tengah kesunyian
malam yang semakin larut. Cinta mulai terajut. Laki-laki itu mulai mencari
dimana perahu kertasnya tersangkut. Menyulap dirinya agar dapat duduk di atas
perahu kertasnya. Lalu menuju satu dermaga yang laki-laki itu inginkan. Ya,
kini ia tahu dimana ia ingin mendarat. Tidak ingin gadisnya hanya jatuh ke
dalam perahu kertasnya. Tetapi laki-laki itu menginginkan gadisnya duduk
bersamanya di atas perahu kertas. Menyentuh permukaan air laut yang dingin dan
melihat pantulan bayangan mereka bersama.
Dalam satu waktu. Dua
gadis berusaha merebutkan satu hati. Satu gadis mulai merasakan jatuh, dan
menginginkan. Satu laki-laki ingin menggandeng gadisnya dan tanpa sadar
menyakiti dua hati yang lain.
---
‘’Apa? Deniz? Kamu suka
sama Deniz?’’ Zee meninggikan volume suaranya. Oh tidak, ini sangat parah.
Gerak tubuh Ara berhenti, ucapannya menggagu. Hening. Zee meminta penjelasan.
Sementara Ara mencari alasan untuk berbohong.
‘’Engga, kamu salah
dengar’’ Ara mencoba menatap Zee. Mencoba memberi tatapan meyakinkan. Tetapi
Zee hanya menemukan tatapan kebohongan.
‘’Kamu bohong, aku
jelas-jelas dengar tadi’’
Ara mengarahkan bola
matanya ke kanan dan ke kiri bergantian. Mencoba mencari alasan lagi untuk
berbohong. Hening. Zee menyipitkan sebelah matanya.
‘’Kamu tidak perlu
mencari alasan untuk mengelak, lebih baik keluar sekarang’’ Zee menunduk. Tidak
sanggup menatap wajah sahabatnya. Ironis, selama ini Zee menceritakan semua
perasaannya terhadap Deniz ke Ara. Tanpa diduga, tanpa direncanakan. Kalimat
itu meluncur indah dari mulut Ara, mengungkapkan bahwa Ara juga mencintai
Deniz.
Ini semacam perang
dingin antara ketiga sahabat. Sewaktu-waktu perang ini dapat pecah menjadi
perang berapi yang dipenuhi emosi tak terkendalikan dari ketiga remaja.
---
“…Ara suka sama Deniz”
ucap Zee menguak satu kenyataan lagi yang menyesakkan dada. Zee mulai mengoceh
tidak jelas, mengungkapkan rasa kekesalannya. Maria tidak lagi mendengar apa
yang dikatakan Zee, semuanya buram di pendengarannya. Pandangannya pun tidak
lagi fokus. Menerawang pesan indah memabukkan yang pernah mampir di pesan
masuknya.
Telah sekitar sebulan
Maria dekat dengan Deniz. Melalui pesan singkat dan pertemuan mereka di tempat
bimbingan belajar. Tatapan Deniz yang lebih intens ketika menatapnya. Perilaku
dan kalimat yang biasa Deniz kirimkan melalui pesan singkat menyimbolkan
perasaan Deniz terhadap Maria yang lebih dari sekedar teman.
Maria senang bukan
main. Hari demi hari tidak menunjukkan progresif antara hubungannya dengan Deniz.
Hari demi hari juga yang meluruhkan rasa senangnya itu berubah menjadi rasa
aneh yang menggantung.
Hingga seorang remaja
laki-laki datang. Wira namanya. Ia teman sekelas Maria di sekolah. Ia yang
menemani Maria ketika gadis itu duduk sendirian di kelas. Berbincang-bincang
dengan gadis itu. Mengisi ruang kosong yang tidak ditempati Deniz sepenuhnya.
Maria sadar, mungkin ini adalah waktu dirinya untuk menjauh dari Deniz dan
membiarkan remaja laki-laki itu kembali berlayar mengarungi lautan luas mencari
dermaga terakhir ataupun dermaga sementara untuk kesekian kalinya.
---
Stalking
sosial media orang yang disukai adalah hal yang umum terjadi. Sama halnya
seperti sekarang. Deniz membuka profile
twitter Maria. Matanya membulat ketika melihat avatar twitter gadis itu,
bersama seorang remaja laki-laki. Dan kini mulutnya menganga ketika melihat bio
twitter gadis itu. Wira’s.
Deniz tidak tahu harus
berbuat apa. Pikirannya kacau, hatinya pun kacau. Ia belum memarkirkan perahunya
di dermaga dengan tepat. Hingga satu perahu menyingkirkannya dan berhenti di
dermaga yang seharusnya Deniz telah miliki.
Kini Deniz hanya
mengapung-apung di lautan tanpa berniat menjauh dari dermaga itu. Menyaksikan
perahu kertasnya yang semakin rapuh terkena air laut. Tenggelam dan menghilang.
Merasakan sakit yang selama ini belum pernah ia kenal. Sadar akan satu hal,
kini sudah saatnya ia merasakan sakit, karena sebelumnya ia sudah terlalu
banyak menyakiti hati para gadis.
Rasa takut yang dulu
sangat ia takuti ketika masih kecil kini terjadi. Deniz tidak ingin memainkan
perahu kertas di laut karena ia takut perahunya akan tenggelam. Walaupun telah
berulangkali ibunya mengatakan perahu itu tidak akan tenggelam jika Deniz tidak
membiarkannya pergi terlalu jauh. Namun Deniz tahu ia tidak ingin menahan
sejauh mana perahunya berlayar dan juga tidak menginginkan mengganti dan terus
mengganti perahu kertasnya. Karena Deniz kecil sulit membuat perahu kertas yang
sempurna. Itulah mengapa Deniz tidak pernah memainkan perahu kertasnya di laut,
hanya di hamparan pasir. Menggerakkan perahu kertas dengan tangannya. Mengarahkan
perahunya ke arah mana saja yang ia inginkan.
---
Biarkan perasaan lepas
jatuh tenggelam ke dalam laut. Aku ingin merasakan cinta yang seutuhnya. Jika
aku sanggup untuk menerimanya, aku akan menerimanya. Tetapi jika tidak, aku
lebih baik jatuh ke dalam pusaran laut yang tidak memberiku celah sedikitpun untuk
terus memikirkanmu. Memikirkanmu yang kini terus menyayat hati.
-Maria Kalma-
Deniz tidak pernah
menahan hati seorang gadis, ia akan membiarkan gadisnya pergi jauh berlayar.
Karena Deniz tahu, bumi itu bulat. Sejauh apapun perahu berlayar ia akan kembali
lagi pada satu titik permulaan berlayarnya. Tetapi dia lupa akan satu hal.
Perahu itu bisa saja berhenti dan menetap di satu dermaga dan tidak akan
kembali ke satu titik permulaan berlayarnya.
Cinta serangkaian remaja yang terajut menjadi
satu. Tidak sadar akan satu hal penting yang membuat mereka berada dalam satu
helai cerita cinta yang sama. Memisah, namun tetap berada pada satu wadah.
Setiap nama memiliki
arti yang terkandung di dalamnya. Deniz yang berarti tenang, merupakan bahasa
Turki. Maria Kalma (marea calma) yang berarti laut yang tenang merupakan bahasa
Rumania. Zee yang berarti laut, merupakan bahasa Belanda. Ratu Segara, Segara
yang berarti laut dalam bahasa Jawa. Memiliki kesimpulan yang menghasilkan satu
poin ‘’Laut Tenang’’.
Laut tenang tidak
berarti tidak berbahaya. Laut yang sewaktu-waktu dapat membawa korban.
~
The end ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar